Aksi Solidaritas Untuk Warga Taliabu

Taliabu Bergerak—Merespon konflik perampasan tanah di Taliabu, Kabupaten Kepulauan Taliabu, Provinsi Maluku Utara, puluhan aktivis dan seniman yang kontra terhadap perusakan alam yang tergabung dalam Front Solidaritas Untuk Taliabu Yogyakarta (FSUT-Y) menggelar aksi solidaritas di Tugu Kota Yogyakarta, (05/17).

Dalam aksi solidaritas tersebut, FSUT-Y menyampaikan orasi politik, menampilkan pembacaan puisi, dan teaterikal yang semuanya berisi tentang dukungan kepada perlawanan warga Taliabu dan kecaman kepada Pemerintah Daerah (Pemda) dan Pemerintah Pusat (Pempus) yang lebih memihak pada korporasi tambang. FSUP-Y juga menuntut keras Pemda dan Pempus untuk mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT. Adidaya Tangguh, karena dinilai merusak alam, merampas lahan, dan mengancam keberlangsungan hidup masyarakat Taliabu yang menggantungkah hidupnya pada pertanian cengkeh, kopra, kakao, dan pala.

Unang , pemuda asal Taliabu dan selaku koordinator  umum (koordum) FSUT-Y  menuturkan bahwa konflik perampasan tanah di Taliabu adalah bukti kegagalan negara (pemerintah) dalam melayani  dan melindungi rakyatnya. Menurutnya, perampasan tanah di Taliabu bermula dari keluarnya Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT. Adidaya Tangguh di Kabupaten Taliabu melalui Surat Keputusan Pemerintah Provinsi Maluku Utara Nomor 01-04/IUP-OP/DEPKS/2009. Keputusan sepihak ini membuat warga kaget. Dan kita (FSUT) menolak keras eksploitasi alam yang serakah dan merusak di Taliabu pada khususnya, dan Maluku pada umumnya.

Konflik berdarah antara warga Taliabu dengan PT Adidaya Tangguh menjadi berlarut-larut. Hingga saat ini tanah dan kebun milik warga terus digusur, sungai-sungai menjadi keruh karena limbah, rakyat yang menuntut haknya dikriminalisasi, rumah dan kendaraan warga dirusak, teror dari kepolisian terhadap warga, dan dua anak tewas dalam pengerjaan bak air tambang yang tidak sesuai standar PT. Adidaya Tangguh.

“Hari ini 10 warga Taliabu masih ditahan di Polres Kabupaten Kepulauan Sula, baru enam orang yang dibebaskan. Nah, ini menunjukan kepada kita bahwasanya negara ini semena-mena kepada rakyatnya sendiri,” tegasnya.

Di Taliabu sendiri beberapa upaya penyelesaian konflik telah dilakukan. Dari mediasi ke mediasi hingga aksi demonstrasi menuntut hak pengelolaan lahan seutuhnya. Namun, upaya-upaya tersebut dibalas dengan tindakan represif dan penangkapan 16 warga oleh aparat kepolisian.

Senada dengan Unang, Muhammad Idra Faudu alias Idra pemuda asal Sula selaku koordinator lapangan (koorlap) aksi solidaritas FSUT-Y menegaskan pada peserta aksi dan gerakan-gerakan untuk bersama-sama melawan segala bentuk perusakan alam.

“Penindasan yang terjadi di Taliabu juga terjadi di mana-mana. Saya tidak kaget. Jantungnya sama, perusakan alam. Nah, sudah saatnya kita bersatu untuk melawan. Dan, aksi solidaritas untuk Taliabu hari ini dilakukan di tiga titik kota: Jakarta, Luwuk, dan Yogyakarta. Ini membuktikan bahwa rakyat sudah muak dengan ulah negara ini,” tegas Idra.

Sebelum pembacaan pernyataan sikap FSUT-Y, Komunitas Teater 42 melakukan aksi teaterikal yang menunjukan kepada peserta aksi bagaimana kekuasaan negara dan pemodal digunakan  untuk menindas rakyatnya.

Mimin, salah satu anggota Komunitas Teater 42 menuturkan bahwa dirinya sangat kecewa dengan kinerja Pemda dan Pempus dalam konflik perampasan tanah di Taliabu.

“Saya secara pribadi, jujur saja, kecewa terhadap kinerja Pemda dan Pempus dalam konflik perampasan tanah yang terjadi di Taliabu. Dan kekecewaan saya bertambah ketika ditangkapnya 16 warga. Saya, mewakili seluruh anggota Komunitas Teater 42, mendukung penuh perlawanan  warga Taliabu,” tutur Mimin. 

Sumber :Taliabu Bergerak